Senin, 10 Oktober 2011

Kau, Aku dan Gadis dalam Hatimu.

Medan, di bulan entah ke berapa tahun 2010

Engkau datang begitu saja. Menyapaku, me-like statusku, bahkan sesekali berkomentar. Kubaca nama akunmu yang kukira adalah seorang wanita. Kubuka profilmu untuk lebih sekadar meyakinkanku apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya.

Ternyata tidak pernah. Kita bahka tidak pernah tahu rupa kita masing-masing. Dan, engkau masih kuanggap bukan siapa-siapa dalam hidupku.Meski sesekali, pernah menanyakanmu pada seseorang (teman lamamu sekaligus cinta terpendanmu). Ya, dia menceritakan apa saja tentangmu. Sama saja kukira, agaknya engkau suka memainkan peran sebagai sosok The Phantom dalam sebuah opera dan selalu menyembunyikan wajahmu.

Engkau tahu, temanku sekaligus temanmu dan cinta terpendammu itu berbicara dengan wajah yang merekah. Mata yang berbicara lebih dari lisannya. Ia begitu semangat menceritakan perihal dirimu. Sejak itu aku melihat, ada bunga di taman hatinya yang (mungkin) akan ia berikan untukmu.

Lantas, entah siapa pula yang mengikat kita pada sebuah lingkaran pertemanan dunia maya. Dan aku melihat namaku, namamu disejajarkan. Sementara hari itupun aku tak merasa terlibat emosi apapun.

Aku lebih dekat dengan seorang teman nun jauh di negeri antah barantah. Hampir setiap waktu kami berbincang melalui apa saja (sering melalui SMS). Seolah kami adalah saudara kembar yang terpisah berpuluh-puluh tahun lalu (macam sinetron pula jadinya), dan aku disibukkan dengan berbagi cerita. Sementara di sisi lain, aku kerap mengabaikanmu.

Begitulah terus berhari-hari. Sampai suatu waktu, kau menelepon, memberi pesan yang selalu kujawab dengan datar dan apa adanya. Untukkmu aku payah untuk menceritakan pengalaman hidupku. Engkau mungkin merasa sikapku yang tak pernah mengangapmu penting. Dan baru aku sadari itu, ketika engkau pernah mengatakan, "Sebenarnya ana merasa sangat cemburu dengan keakraban kalian!" Sejak itu pula keakraban kita bermula.

Suatu siang yang memanggang bumi. Engkau datang dengan sebuah pesan singkat pada layar ponselku.
"Antum di mana? Ana mau ketemu dengan antum."
Lalu kubalas, alamat tempat aku bernaung.

Aku lupa, apakah itu menjelang Zuhur atau Ashar, kita betemu di masjid ketika sholat jama'ah baru saja hendak dimulai. Sepasang mataku seperti mengenali sosok dengan tubuh menjulang, berkoko putih dengan wajah khas orang Aceh (Hitam, hidung mencuat dan tentu saja aku lebih tampan) hahahaha....

Bakda Sholat kita bersalaman. Masih terasa ada yang cangggung.Inikah kau, Rifki (bukan nama sebenarnya) alias FF. Lalu langkah kita mengarah rumah bouku (uwak). Saat itu tiba-tiba hujan begitu deras. Kau terperangkap pada obrolan yang tak penting. Mungkin kau hanya ingin sekadar tahu, siapa aku?

Maaf, saat itu engkau hanya kusuguhi dengan secangkir teh dan kacang rebus sisa tadi malam. Sebab, aku sendiri menumpang di rumah ini. Kukenalkan kau dengan sepupu(aneh)ku. Ya, begitulah, kita ngalor-ngidul berbincang. Termasuk membincangkan gadis itu, teman kecil sekaligus cinta terpendam.

Dan, hujan mulai reda sekaligus menandai perbincangan kita yang mulai tak ada topik pembicaraan. Engkau bilang masih akan ke Pancing menemui sesorang. Saat itu aku tak banyak tanya siapa yang hendak engkau temui itu. Belakangan aku baru tahu, teman masa kecilmu, gadis yang kau simpan bertahun-tahun di hatimu itu adalah seseorang yang amat kukenal. Yang pernah menceritkan tentangmu dengan mata berbinar-binar.

*Cerita ini bukan sinetron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar